Orang tua perlu menetapkan dasar dan membangun batasan sebagai standar nilai/moral perilaku anak. Standar tersebut akan menjadi acuan tentang baik/buruk dan benar/salah perilaku anak sehingga ketika anak tidak berlaku sesuai standar, anak perlu menerima akibat. DISIPLIN sejatinya adalah KONSEKUENSI atas PERILAKU ANAK sehingga dalam penerapannya harus dalam bentuk yang jelas dan terkait dengan perilakunya agar anak memahami "SEBAB-AKIBAT". Karena itu, bentuk disiplin haruslah LOGIS, berdasarkan KASIH, dan bersifat MENDIDIK yang akan membangun karakter anak. Artinya, yang menjadi tujuan dari penerapan disiplin bukanlah untuk menghukum anak, melainkan untuk mendidik anak sehingga mereka memahami dampak baik atau buruk dari perilakunya.
4 Contoh Penerapan Disiplin yang Keliru:
1. Kekerasan Fisik: pukulan, tendangan, cubitan, tidak diberi makan, dan berbagai kekerasan fisik lainnya dengan/tanpa alat serta membuat anak kewalahan dan trauma
2. Kekerasan Verbal: teriakan, makian, ucapan kotor/kasar, komentar menghina/merendahkan yang membuatnya merasa tidak berharga
3. Kurungan: tidak diizinkan keluar kamar, tidak boleh keluar rumah, dikunci dalam ruangan gelap dan membatasi ruang geraknya sebagai manusia
4. Pengabaian: diabaikan, tidak dianggap ada, sengaja tidak mendengarkan pikiran dan perasaannya, mengabaikan kebutuhan serta harapannya
3 Hal yang Harus Dipahami untuk Menerapkan Disiplin pada Anak:
1. Perilaku anak: sepulang sekolah, anak masuk ke rumah tanpa melepaskan sepatuh sehingga mengotori lantai yang baru dipel.
2. Bentuk disiplin: anak diminta membersihkan lantai sebelum beristirahat dan menjelaskan kepadanya tentang alasan bentuk disiplin tersebut dengan logis dan tanpa teriakan atau hukuman fisik.
3. Didikan: anak memahami bahwa membersihkan lantai membutuhkan waktu dan energi sehingga ia pun perlu menghargai peran seseorang yang menjaga kebersihan lantai.
Yang perlu dipahami dan terus diingat oleh setiap orang tua adalah bahwa bentuk atau penerapan disiplin yang keliru, misalnya hanya bertujuan untuk menghukum atau bikin kapok, akan meninggalkan dampak buruk bagi anak, bahkan sangat mungkin meninggalkan trauma berkepanjangan. Anak mungkin akan merasa gagal, tidak berharga, tidak dicintai atau tidak diinginkan. Akibatnya, anak akan menutup diri, menyendiri, ketakutan, bahkan depresi. Ketika otak dalam keadaan ketakutan, kapasitasnya untuk belajar pun akan sangat berkurang. Akhirnya, maksud untuk mendidik pun tidak tercapai.
Ga mau anak Anda mengalami dampak buruk seperti itu, kan? Yuk berubah!
(Sumber: Institute of Child Psychology)