Volume 1
Minggu
16
Abraham: Warisan Iman bagi Keturunan
Kejadian 22:1-19
“Firman-Nya: Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” (Kej. 22:2)
Pada minggu ke-15, kita belajar tentang dua tahapan iman Abram (kemudian namanya
berubah menjadi Abraham), yaitu ketika ia dipanggil keluar dari negerinya dan ketika ia
berdiam di tanah yang bukan miliknya. Pada Kejadian pasal 18, Abram mengalami tahapan iman
ketiga, yaitu ketika ia menantikan kehadiran anak sesuai janji Allah. Kini pada pasal 22, kita akan
belajar dari kehidupan Abraham saat ia mengalami tahapan iman keempat, yaitu ketika
Allah mengujinya untuk mempersembahkan Ishak, anak semata wayang yang dinanti-nantikannya dari Sara istrinya. Masa penantian ini tidaklah mudah sebab ia menantikan
keturunan selama puluhan tahun dengan kenyataan bahwa istrinya mandul dan ia sudah
sangat tua. Namun imannya terus bertumbuh dan ia terus taat hingga ia memiliki Ishak.
Tuhan memperhatikan Sara, mengizinkannya mengandung dan melahirkan Ishak pada
masa tuanya. Tentu saja tahapan iman keempat ini begitu berat bagi Abraham, ia harus
mempersembahkan yang ia kasihi dan nantikan sejak lama. Sahabat Keluarga,
bayangkan, bagaimana jika hal ini terjadi pada Anda? Abraham adalah seorang yang taat
dan percaya kepada Allah, ketika Allah memberikan perintah tersebut maka ia langsung
melakukannya. Tak tertulis memang bagaimana perasaan Abraham saat itu. Sewajarnya
seorang ayah yang tahu anaknya akan segera meninggal, rasa takut dan gentar mungkin
berkecamuk dalam hati Abraham. Tapi toh ia tetap taat dan berserah.
Orang tua memiliki peran yang begitu penting dalam membangun sebuah
keluarga, gereja dan juga bangsa. Perikop hari ini menunjukkan gambaran yang indah
tentang sosok yang tidak sempurna tapi dipilih Tuhan untuk menjadi perpanjangan
tangan-Nya. Abraham tidak sempurna sebagai seorang suami. Karena takut dibunuh, ia
membohongi Abimelekh dengan mengatakan bahwa Sara adalah saudaranya sehingga
Abimelekh hampir memperistri Sara (Kej. 20). Jika dengan pengertian kita sendiri,
mungkin kita juga akan melihat ketidaksempurnaan Abraham yang tidak bisa melindungi
Ismail yang juga anaknya (Kej. 21), serta hampir ‘membunuh’ Ishak, anak yang sangat
dinantikannya. Tetapi Allah memilih Abraham yang banyak kekurangannya sebagai bapa
orang beriman, bukan memilih sosok lainnya seperti Henokh, Yusuf, atau Yosua.
Sahabat Keluarga, dari Abraham kita belajar bahwa teladan seorang ayah terletak
pada sikap taat dan tunduknya kepada Allah. Jika Anda rindu memiliki keluarga yang
harmonis, jadilah orang tua yang bertanggung jawab kepada Allah. Ingat, kepemimpinan
rohani di dalam keluarga adalah tanggung jawab orang tua, baik itu ayah maupun ibu.
Sikap hidup tersebut yang akan menjadi warisan iman bagi anak-anak. Seperti Ishak yang
meneladani sikap ayahnya yang tunduk kepada Tuhan sehingga ia dengan penuh ketaatan
membiarkan ayahnya mengikatnya di atas altar. Ini merupakan gambaran dari ketaatan
Kristus kepada Bapa! Allah memakai para ayah dan ibu sebagai perpanjangan tangan-Nya
dalam mengembangkan kedewasaan iman dalam hidup para keturunan-keturunan Ilahi.
Rindukah Anda mengambil bagian dalam misi Allah ini?