Volume 1
Minggu
26
Ayub: Iman Seorang Kepala Keluarga
Ayub 1:1-5
“… keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: "Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati." Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.” (Ayub 1:5)
Bagian pertama dari kitab ini menjelaskan tentang Ayub, yang bukan hanya seorang kaya dengan harta berlimpah, anak-anak, dan keluarga yang baik, melainkan juga seorang yang saleh dan jujur (ay.1). Hal ini dibuktikan dengan perilaku hidupnya yang memerhatikan kehidupan anak-anaknya, berdoa bagi mereka dan mempersembahkan korban untuk mohon pengampunan kepada Allah (ay.5). Besar kemungkinan bahwa Ayub hidup pada zaman patriarki di mana seorang ayah berperan bukan hanya sebagai kepala keluarga tapi juga sebagai IMAM bagi keluarganya. Karena itu, tidak mengherankan jika Ayub mempersembahkan korban ketika berdoa memohon pengampunan kepada Allah. Kepedulian Ayub terhadap kerohanian anak-anaknya adalah sesuatu yang patut kita teladani. Banyak orang tua yang memerhatikan kesejahteraan materi anak bahkan mengorbankan waktu dan tenaga secara luar biasa untuk mengumpulkan uang. Tentu ini adalah salah satu hal yang baik. Namun sebagai orang tua, kita perlu ingat bahwa yang dibutuhkan anak tidak melulu materi melainkan juga perhatian dan kehadiran orang tua dalam memenuhi kebutuhan spiritual anak.
Gallup Poll yang dilakukan pada 1-10 Mei 2018 menunjukkan hasil yang sangat mengkhawatirkan dalam kehidupan keluarga. Beberapa hasil dari polling tersebut di antaranya adalah bahwa 76% responden menganggap perceraian dapat diterima secara moral; 69% responden menerima hubungan seks di luar nikah; 67% responden setuju dengan hubungan homeseksual, dan 65% respondes menganggap memiliki anak di luar nikah dapat diterima secara moral. Apabila melihat kondisi ini, sudah sepatutnya orang tua semakin takut dan khawatir menghadapi situasi pada zaman yang semakin merosot ini. Orang tua mungkin khawatir anak-anaknya akan terpengaruh filosofi dunia yang semakin amoral. Namun, situasi ini seharusnya justru menjadi dorongan dan refleksi bagi setiap kita, terutama orang tua agar menanamkan nilai-nilai dan prinsip iman dalam kehidupan keluarga kita.
Bagi setiap orang tua, memenuhi kebutuhan hidup anak dan keluarga adalah sebuah tanggung jawab dalam sebuah panggilan yang diberikan oleh Allah. Namun, saat ini, mari kita sama-sama mengakui bahwa masih ada terlalu banyak orang tua yang merasa tidak perlu meluangkan waktunya di tiap-tiap hari untuk anak-anak yang telah dikaruniakanNya. Bahkan, mungkin sebagian orang tua tidak memiliki waktu khusus untuk berdoa bagi anak-anak mereka. Sahabat Keluarga, hari ini kita sama-sama diajak untuk hidup dalam ketekunan untuk mendidik dan membesarkan anak di dalam doa tanpa jemu. Jika melihat ada perilaku anak-anak yang tidak berkenan di hadapan Allah, mohonkanlah pengampunan dari-Nya bagi mereka, dan ajaklah mereka untuk turut serta memohon pengampunan Allah. Doakan juga untuk pertumbuhan rohani mereka, agar Roh Kudus menolong mereka menghadapi dunia yang semakin bengkok ini. Wariskanlah perilaku hidup yang berdoa kepada anak-anak kita.