Volume 1
Minggu
5
Stewardship: Merdeka dalam Batasan
Kejadian 2:8-17
"Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kej. 2:16-17)
Anda mungkin bingung saat membaca judul renungan ini, bagaimana mungkin merdeka tapi batasan? Bukankah "merdeka" berarti bebas dari berbagai ikatan dan perintah? Sedangkan "batasan" mengandung arti tidak bebas. Betul-betul kontradiktif bukan? Namun renungan kita hari ini memang ingin mengajak kita untuk menggunakan kemerdekaan dari Tuhan dalam batasan-batasan hidup sesuai dengan rancangan dan mandat Tuhan bagi manusia. Bacaan hari ini membahas tentang bagaimana Tuhan menempatkan manusia pertama yang diciptakan-Nya di Taman Eden dalam keadaan kudus tanpa cela. Dalam relasi yang sempurna dengan Tuhan, manusia diberikan kemerdekaan untuk hidup di antara kekayaan alam dan bebas menikmatinya. Namun sejalan dengan kemerdekaan tersebut, Tuhan memberikan tanggung jawab kepada manusia untuk bekerja di bawah pengarahan Allah untuk memelihara karya penciptaan-Nya ini. Di antara semua yang Tuhan sediakan, terdapat pula larangan yang menjadi ujian moral kepada manusia (Ay. 16-17), apakah manusia mampu mempertahankan ketaatan dalam kemerdekaan yang Tuhan berikan?
Suatu hari saya dengan suami sedang menuju ke suatu gereja untuk melayani Komisi Pemuda di sana. Karena 'lupa-lupa ingat' jalan menuju ke sana, kami menggunakan aplikasi Waze untuk berjaga-jaga agar tidak tersesat. Pada suatu persimpangan, Waze mengarahkan ke Jalan A yang berjarak 15 menit dari gereja yang kami tuju. Padahal seingat kami, Jalan B hanya berjarak 8-10 menit dari gereja tersebut, lebih hemat 5-7 menit daripada Jalan A. Ketika kami memilih Jalan B, Waze berulang kali memberikan peringatan untuk putar balik kembali ke Jalan A, tapi kami tidak menghiraukannya. Setelah beberapa menit kami menyusuri Jalan B, ternyata ada perbaikan jalan yang tidak dapat dilewati kendaraan sehingga mengharuskan kami kembali ke Jalan A. Sayangnya, setibanya di Jalan A, arus lalu lintas sudah padat dan Waze menunjukkan perkiraan waktu tiba menjadi 22 menit, sekitar 7 menit lebih lama daripada perkiraan waktu sebelumnya, yang hanya 15 menit! Alih-alih menghemat waktu, kami malah hampir terlambat tiba di gereja.
Sahabat Keluarga, sebagai Imago Dei, manusia diciptakan dengan akal budi yang membedakannya dengan makhluk ciptaan lainnya. Seturut dengan akal budi tersebut, Tuhan menganugerahkan pula free will atau kehendak bebas kepada manusia. Santo Irenaus, salah satu Bapa Gereja, mengatakan bahwa maksud Allah memberikan free will agar mereka dapat secara sukarela mencari Sang Pencipta dan mengabdi kepada-Nya. Artinya, manusia bukanlah robot yang sistemnya sudah diatur tanpa kehendak dan hanya dapat menjalankan perintah. Sementara itu, Tuhan menciptakan manusia seturut gambarnya, memiliki kehendak dan dapat memilih jalannya sendiri. Ibarat Waze yang menunjukkan rute terbaik, Tuhan telah memberikan panduan tentang jalan terbaik untuk manusia, meskipun kemudian manusia kerap kali memilih jalan sendiri karena merasa panduan dari-Nya tidak sebaik pikirannya sendiri sehingga menemui 'jalan buntu'. Kalau sudah mentok begini, tentu saja manusia harus putar balik dan kembali ke jalan yang telah ditentukan-Nya, bukan?