Volume 1
Minggu
13
Nuh dan Air Bah: Menabur Ketaatan, Menuai Keselamatan
Kejadian 8:1-22
"... Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam." (Kej. 8:21-22)
Bagaimana perasaan Sahabat Keluarga ketika harus menantikan kabar atau kepastian dari seseorang selama 150 hari? Gelisah? Lantas, apa yang akan Anda lakukan? Kapok mempercayai janjinya untuk mengabari Anda? Sekarang, mari membayangkan posisi Nuh dan keluarganya. Bukan hanya bahtera mereka yang terombang-ambing oleh air, ketaatan iman Nuh beserta keluarga pun masih terombang-ambing menantikan pertolongan Allah. Selama 150 hari, mereka hidup dalam pengharapan bahwa air akan surut. Nuh terus memperhatikan perkembangan yang terjadi dengan waspada dan tidak tergesa-gesa hingga kelak air benar-benar surut dan pengharapannya membuahkan hasil. Rasa syukurnya itu ia nyatakan dengan mendirikan mezbah bagi-Nya dan memberikan korban persembahan yang menyenangkan hati-Nya. Ketaatan yang ia tabur, keselamatan yang ia tuai.
Peristiwa air bah pada zaman Nuh seringkali dianggap HANYA sebagai hukuman/pembalasan. Padahal, peristiwa air bah ini juga merupakan berbicara tentang penyucian/keselamatan. Air memiliki makna penting dalam Alkitab (Ibrani: mayim; Yunani: hudor) karena dilatarbelakangi konteks Timur-Tengah yang kering sehingga air menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Karena itu, air sering digunakan sebagai simbol atau pertanda dalam berbagai peristiwa, misalnya air menjadi darah pada peristiwa 10 Tulah di Mesir dan mukjizat air menjadi anggur pada peristiwa perkawinan di Kana. Masih ada banyak peristiwa dalam Alkitab yang menggunakan simbol air, dan yang tak kalah pentingnya adalah air sebagai lambang pembaptisan yang oleh Yohanes Pembaptis digaungkan sebagai ajakan untuk bertobat.
Sahabat Keluarga, Nuh dan keluarganya sempat hidup dalam suasana yang terombang-ambing di antara hamparan air yang menutupi bumi. Hidup mereka hanya seluas bahtera itu. Namun komitmen mereka untuk hidup dalam ketaatan tidak berakhir sia-sia. Melalui Nuh dan keluarganya, Allah memberikan janji keselamatan bagi dunia ini. Dunia yang semula kotor oleh kejahatan manusia, disucikan kembali. Nuh menjadi duta peradaban baru yang meskipun Allah tahu bahwa manusia akan terus dibayangi dosa, tapi Allah tetap memberikan janji pemeliharaan dan keselamatan.