Volume 1
Minggu
4
Sabat: Kudusnya Hari Perhentian
Kejadian 2:1-7
"Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu." (Kej 2:3)
Sahabat Keluarga, setelah enam hari lamanya Allah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya, Dia berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu dan memberkati hari itu serta menguduskannya. Hari ketujuh merupakan hari perhentian Allah yang kemudian disebut sebagai Hari Sabat. Seperti tertulis pada Keluaran 20:8-9, Allah memberkati dan menguduskan Hari Sabat untuk diingat manusia sepanjang masa sebagai hari peringatan akan karya penciptaan (Kel. 20:11). Allah membuat Sabat sebagai hari perhentian dan menikmati-Nya sekaligus memberikan contoh kepada manusia untuk mempergunakan dan menikmati hari ketujuh sebagai hari perhentian, yang mengandung arti bukan hanya untuk beristirahat tapi juga untuk beribadah memuliakan Allah. Dengan demikian, manusia mendapatkan ketenangan (jiwa) dan hikmat untuk berfokus kepada kehendak Allah serta mematuhinya. Seperti jawaban di Katekismus Westminster tentang tujuan utama hidup manusia, dikatakan bahwa manusia hidup dengan misi untuk memuliakan dan menikmati hadirat-Nya selamanya. Karena itulah, orang percaya membutuhkan kesempatan untuk mengalami pertumbuhan rohani dengan memusatkan pikiran kepada hal yang kekal, memuliakan Allah dan menikmati hadirat-Nya.
Sahabat Keluarga, pernahkah kita mendengarkan keluhan orang yang ingin banyak libur, lalu diliburkan terus dan tidak perlu kerja? Membayangkan hal ini, rasanya akan sangat menjemukan! Namun sebaliknya, tidaklah baik bagi seseorang untuk terus bekerja tanpa beristirahat. Keadaan dan kondisi ini sangatlah tidak menyenangkan bagi siapa pun. Sebab itu, sama seperti Allah yang menjadikan Hari Sabat sebagai hari perhentian, umat manusia sebagai Imago Dei juga demikian. Setelah enam hari lamanya manusia bekerja dan beraktivitas, maka pada hari ketujuh kita menikmati hasil pekerjaan kita, menikmati persekutuan dengan Allah dalam kebersamaan dengan keluarga. Ingatlah yang Tuhan katakan melalui Musa bahwa hari perhentian sepatutnya menjadi hari peringatan bagi Israel bahwa TUHAN Allah-lah yang telah membebaskan mereka dan menguduskan mereka (Kel. 31:12-18)
Jika Allah menciptakan Hari Sabat sebagai hari perhentian dan memberkati serta menguduskannya, itu adalah tanda Allah menikmati karya-Nya. Maka sudah sepatutnya pula kita sebagai manusia yang Allah ciptakan memperhatikan pentingnya Hari Sabat sebagai hari perhentian yang kita gunakan untuk berhenti dari kegiatan setelah enam hari bekerja dan menikmati serta menggunakan hari itu untuk beristirahat dan menyembah Tuhan yang menciptakan manusia.